NAMA “Guru” Emen Suwarman tidak bisa dilepaskan dari sejarah prestasi
sepak bola Indonesia. Pria yang lahir di Cideres Majalengka, 18 Mei
1939 itu, memiliki andil besar membawa sepak bola Indonesia berbicara
banyak di tingkat Asia. Ia menempati posisi gelandang.
Meski tahun 1960-an namanya tidak setenar “Guru” Wowo Sunaryo,
Ramang, Sucipto, dll, tapi dia menjadi bagian terpenting di timnas. Ia
membawa timnas meraih juara pada beberapa event internasional.
Emen lahir dari keluarga sederhana. Namun, bakat sepak bolanya sudah
tertanam dalam diri suami dari Sri Wulan ini. Dalam kesehariannya semasa
kecil, Emen tidak pernah lepas dari bermain sepak bola. Apalagi, rumah
dia di Cideres dekat lapangan sepak bola.
Karena terus menggeluti sepak bola, dia menjadi lupa belajar.
Akibatnya, dia tidak lulus sekolah ketika duduk di bangku SMP. Tapi, dia
tidak sakit hati, bahkan terus bermain sepak bola. Di antara teman
seusianya, kemampuan teknik individunya yang terbaik di daerah
Majalengka.
Beberapa kali ia dibon memperkuat klub lain mengikuti turnamen sepak
bola maupun pertandingan persahabatan. “Sekali main dibayar Rp 10 sampai
Rp 15,” ujar Emen mengenang.
Malang melintang bermain sepak bola di daerah Majalengka, membuat
nama dia cukup terkenal. Padahal saat itu, usianya baru 16 tahun (1955).
Pada usia ini juga dia diterima menjadi PNS di RS Pembantu Jati Tujuh
Majalengka. Meski sudah diangkat menjadi PNS, dia tidak pernah absen
seminggu tiga kali melakukan lari sejauh 5 km dari Cideres ke Barujul
Pabrik Kentang PP atau ke daerah Balida Pabrik Bata. Menjadi PNS dia
dibayar Rp 75 per bulan karena pendidikan dia lulusan Sekolah Rakyat
(sekarang SD-red).
Emen tiga tahun memperkuat Persima Majalengka. Selama itu, dia sering
memperkuat tim Korem Cirebon atau Batalyon 306 Kompi V. Karena ingin
melanjutkan karier sepak bola, dia terpaksa keluar dari pekerjaannya dan
berhenti menjadi PNS. Ia hanya mengenyam status PNS selama tiga tahun.
Perjalanan Karier “Guru” Emen Suwarman (2)
Ambil Telur Duluan, Bayar Belakangan
SALAH satu rahasia sukses Emen Suwarman menjadi pemain sepak bola
adalah memiliki fisik kuat. Dia juga berani bermain keras. Hal itu
ditunjang pula dengan kemampuan teknik individunya yang cukup tinggi.
Dengan begitu, dia sudah memiliki persyaratan lengkap menjadi pemain
sepak bola yang layak memperkuat tim nasional.
Emen menceritakan pengalaman membentuk fisik kuat. Ia selalu rutin
lari jauh pada siang hari. Tapi, agar badan tetap kuat, dia selalu makan
telur kampung mentah sebelum lari.
“Malam hari sebelum latihan, saya ambil telor dari kandang ayam milik
tetangga. Saya tidak punya uang jika harus membeli. Tapi, setelah saya
punya uang dari main sepak bola, langsung bayar ke tetangga. Biasanya,
tetangga kaget duluan ketika tiba-tiba saya kasih duit. Jadi istilahnya,
ambil telor duluan, bayar belakangan,” ujarnya.
Menurut dia, jika tidak dibantu dengan makanan yang mengandung
protein tinggi, dirinya bisa jatuh sakit karena latihannya cukup keras.
Penampilan Emen dalam pelbagai turnamen sepak bola di Majalengka
membuat dia dipanggil memperkuat Korem Cirebon untuk kejuaraan sepak
bola antar-Korem se-Jawa Barat di Stadion Siliwangi Bandung pada 1958.
Saat itu, Komandan Korem Cirebon dijabat Letkol Aye Witono Leteu. Korem
Cirebon juara ketiga, sedangkan Korem Bandung yang diperkuat antara lain
Wowo Sunaryo, Sunarto, dan Pietje Timisela, tampil sebagai juara.
Sosok Emen pada kejuaraan itu, ternyata membuat Pangdam VI/Siliwangi,
Kolonel Ibrahim Adjie, terpikat. Ia memerintahkan Kapomdam, Letkol
Adela dan Intendans, Mayor Encon Muklisin, untuk memindahkan Emen ke
Bandung memperkuat PSAD. Pada tahun 1959, Emen memperkuat Kodam
Siliwangi mengikuti kejuaraan antar-Kodam di Bandung, bersama Wowo, Omo
Suratmo, Sunarto, Yus Etek, dll. Kodam Siliwangi juara tiga kali
berturut-turut yaitu pada 1958, 1959, dan 1960. Emen resmi pindah ke
PSAD pada tahun 1960.
Nama Emen mulai dikenal luas di Bandung, sehingga dia juga dipanggil
memperkuat tim Jabar pada PON V/1960 di Bandung. Bersama Ade Dana, Ishak
Udin, Fatah Hidayat, Wardaya, Rukman, Sunaryono, Komar, tim Jabar
meraih perak, setelah kalah WO dari Jateng karena menolak pertandingan
ulang.
“Harusnya Jabar meraih emas. Pada final, Jabar menang 1-0 melalui gol
Komar. Jateng protes langsung ke Menteri Olah Raga, Maladi. Protes
Jateng diterima, sehingga harus diadakan pertandingan ulang. Tapi, Jabar
menolak sehingga dinyatakan kalah WO,” ujar Emen mengenang.
Perjalanan Karier “Guru” Emen Suwarman (3)
Dipanggil Tony Pogacnic Perkuat Indonesia
KASUS suap pengaturan skor yang menguncang sepak bola Indonesia pada
1961, ikut memuluskan karier sepak bola Emen Suwarman. Kasus suap ini
muncul saat Indonesia uji coba melawan Yugoslavia di Lapangan Ikada
Monas pada 1961. Indonesia kalah 0-1. Padahal, Indonesia sebenarnya bisa
melibas Yugoslavia. Pelatih Indonesia, Tony Pogacnic tidak percaya
penampilan para pemain bintang Indonesia saat itu.
Pemain bintang Indonesia saat itu, sebenarnya dipersiapkan tampil
pada Asian Games IV 1962 Jakarta. Akibat kasus itu, sejumlah pemain
mendapat sanksi tidak boleh terlibat dalam sepak bola nasional.
Pogacnic resah dengan kondisi ini karena dia kehilangan beberapa
pemain pilar. Untuk mencari pemain pengganti, PSSI menggelar invitasi
sepak bola di Senayan, yang diikuti lima klub, yakni Persib, Persija,
Persebaya, PSMS, dan PSM. Pada 1961, Emen sudah memperkuat Persib dan
beberapa kali melakukan pertandingan uji coba ke daerah lain di luar
Pulau Jawa.
Persib tampil sebagai juara tanpa terkalahkan. Persib mengalahkan
Persija 2-0, Persebaya 2-0, PSMS 3-0, dan PSM 1-0. Penampilan Emen
ternyata memikat Pogacnic.
Emen dipanggil bersama 11 pemain dari klub lain dipersiapkan untuk
memperkuat Indonesia pada Asian Games 1962. Di Asian Games, Indonesia
mendapat medali perunggu setelah pada semifinal dikalahkan Malaysia 2-3.
Tiga bulan kemudian, Emen memperkuat Indonesia di ajang Merdeka Games
Malaysia yang diikuti 18 negara. Indonesia meraih juara dengan
mengalahkan Pakistan 2-1 di final, pada 22 Agustus. Sebelumnya,
Indonesia melibas Jepang 6-0 dan Korea 2-0.
“Saat itu saya merasa gembira sekali karena baru kali pertama ke luar
negeri, bisa membawa Indonesia meraih juara. Karenanya, saya tidak
pernah lupa tanggal dan tempat pelaksanaan penyelenggaraan karena itu
merupakan sejarah bagi saya,” ujar Emen.
Nama Emen di kejuaraan itu langsung melejit karena dia tampil dengan
permainan keras dan didukung dengan kemampuan teknik tinggi. “Saya tidak
mencetak gol, tapi proses gol-gol Indonesia sering dari umpan-umpan
matang saya,” kata Emen.
Setahun kemudian, Emen tampil bersama Wowo Sunaryo, pada ajang
multievent internasional Games of The New Emerging Force s(Ganefo) di Senayan Jakarta. Pada
event itu, Indonesia mengalahkan Jepang 6-0, Thailand 6-0. Langkah Wowo dkk. terhenti setelah dikalahkan Cile 0-1.
Perjalanan Karier “Guru” Emen Suwarman (4)
Keliling Asia Berkat Sepak Bola
SETELAH tampil pada ajang
multievent internasional
Games of The New Emerging Forces (Ganefo) di Senayan Jakarta 1963, Emen mulai keliling Asia memperkuat tim Indonesia.
Namun rangkaian
pertandingan yang dimainkan adalah uji coba. Indonesia melawat ke
Jepang, Korea Utara, Korea Selatan, Hong Kong, Cina, Pakistan, dll. Tim
Indonesia saat itu, menjadi salah satu kekuatan Asia. Karena itu, meski
bertindak sebagai tim tamu, Indonesia bisa mengalahkan lawan-lawannya.
Misalnya di Tokyo, Indonesia melibas Jepang 6-0.
Tahun 1964, Emen pensiun
dari status sebagai pemain nasional, pada usia 25 tahun. Namun, dia
masih tetap menggeluti sepak bola memperkuat Persib. Oyong Liza, pemain
nasional generasi setelah Emen, mengenal betul sosok Emen. Menurut dia,
Emen ibaratnya singa liar ketika di dalam lapangan. Ia tidak takut
bermain keras dan memiliki fisik kuat. Selain itu, tendangan kaki
kanannya sangat keras. “Permainan Emen tanpa kompromi,” ujar Oyong
ketika ditanya sosok Emen, saat bertemu “PR”, Juli lalu, di Padang
Sumatra Barat.
Menurut dia, Emen
merupakan pemain gelandang dengan kemampuan teknik individu tinggi.
Umpan-umpan dari dia sangat akurat. Karena itu, dia termasuk salah satu
pemain yang ikut mengharumkan nama bangsa Indonesia di tingkat Asia.
Bersama Persib, Emen ikut
dalam beberapa kali pertandingan uji coba internasional di Stadion
Siliwangi Bandung, melawan Jerman Timur, Yugoslavia, Cekoslowakia,
Prancis, Hongaria, Bulgaria, selama 1964-1968. Dalam ingatan dia, Persib
kalah 0-1 dari Bulgaria, Prancis, dan Cekoslowakia. Kemudian imbang
tanpa gol melawan Hongaria. Tapi, pada 1966, Persib menang 1-0 atas
Jerman Timur, melalui gol yang dicetak striker asal Sumedang, Otong.
Persib saat itu diperkuat
Komar, Wowo Sunaryo, Djadjang Haris, Rukman, Soenaryono, Fatah Hidayat,
Sunarto, Ilyas Dade, Ishak Udin, dll. ” Dulu tim-tim dari luar negeri
itu melakukan rangkaian uji coba ke Medan, Jakarta, Surabaya, Semarang,
atau Makassar. Dibandingkan dengan tim-tim Perserikatan lain, skor
kekalahan Persib ini paling kecil. Kalau mereka kalahnya dengan skor
lebih dari 2-0,” ujar Emen mengenang.
Perjalanan Karier “Guru” Emen Suwarman (5)
Gagal Bawa Persib Juara Perserikatan
RASA penasaran yang masih
mengganjal dalam benak Emen Suwarman adalah belum pernah membawa Persib
meraih juara Kompetisi Perserikatan. Selama 13 tahun memperkuat Persib,
dari 1960 hingga 1973, Persib lebih sering menjadi runner-up. Padahal, Persib saat itu diperkuat 13 pemain yang membela tim Indonesia.
Mereka adalah Emen
Suwarman, Komar, Djadjang Haris, Rukman, Soenaryono, Ishak Udin, Fattah
Hidayat, Sunarto, Suhendar, Hengky Timisela, Omo Suratmo, Wowo Sunaryo,
dan kiper Yus Etek. “Di babak penyisihan, Persib selalu menang besar
atas lawan-lawannya. Tapi, di final kalah terus. Persib paling sering
kalah oleh PSM Makassar,” ujar Emen.
Dalam ingatan dia, sejak
meraih juara Kompetisi Perserikatan 1960/1961 dengan mengalahkan PSIS
2-0 di Semarang, Persib lebih sering menjadi runner-up. Namun,
pada kompetisi 1960/1961, Emen belum masuk tim inti Persib. “Saat itu,
Persib memiliki banyak pemain, sehingga dibentuk tiga tim yaitu Persib
Garuda, Harimau, dan Banteng. Saya masuk Persib Banteng,” ujar Emen.
Menurut dia, Persib lebih sering juara pada tingkat turnamen.
Padahal, klub-klub yang ikut serta adalah yang berlaga di Kompetisi
Perserikatan. Persib juara Piala Siliwangi di Bandung, Piala Brawijaya
di Surabaya pada 1968, dll.
Setelah pensiun dari Persib, Emen memperkuat PSAD hingga 1980 pada
kompetisi Divisi Persib. Kemudian, Emen mendapat kepercayaan menjadi
pelatih dan beberapa kali membawa PSAD meraih juara kompetisi Divisi
Utama Persib. Salah satu pemain yang dibina antara lain kiper Sobur dan
Samsudin. Emen menjadi pelatih PSAD hingga 1995. Pada tahun ini, Emen
juga pensiun dari PNS di Kodam III/Siliwangi dengan golongan terakhir
II-D.
Sebutan Guru Emen bermula saat menjadi pelatih sepak bola tim SMPN 17
Bandung pada 1975. Ia melatih tim tersebut 7 tahun. Selama menjadi
pelatih, Emen mendapat honor, pakaian, dan beras. Apa yang diterimanya,
sama seperti guru-guru lain. Padahal, status dia hanya sebagai pelatih.
“Saat itu, murid-murid memanggil saya guru, dan sampai sekarang hampir
semua yang mengenal memanggil saya, Guru Emen,” ujar Emen.
Perjalanan Karier ”Guru” Emen Suwarman (6-Habis)
Menikmati Masa Tua di Persib
PENGALAMAN matang meniti karier di sepak bola, membuat Emen Suwarman
mendapat kepercayaan menjadi asisten pelatih Persib bersama Djajang
Nurdjaman pada Kompetisi Perserikatan 1993/1994 dan Liga Indonesia I
1994/1995.
Pelatih kepala Persib saat itu, Indra Thohir. Pada
dua event itu, Persib meraih juara. Posisi Emen terus bertahan sampai
Persib tampil pada Liga Champions Asia. Ia sempat ikut ke Thailand dan
Filipina.
Pada 12 tahun lalu, fisik Emen masih segar bugar, sehingga dia bisa
konsentrasi penuh menjalankan tugas sebagai asisten pelatih. Apalagi,
Emen memiliki segudang pengalaman, sehingga kinerja dia bersama Djadjang
sangat membantu Thohir.
Menurut dia, sukses Persib di Liga Indonesia karena memiliki pemain
yang sudah kompak. Mereka sudah terbina cukup lama semasa Kompetisi
Perserikatan, sehingga jiwa pemain sudah bersatu. “Saat itu, Persib
sulit untuk dikalahkan. Tim itu kuat dan hampir sama ketika saya masih
aktif bermain sepak bola dulu,” ujarnya.
Setelah sukses itu, Emen berhenti dan kembali membantu PSAD. Namun,
pada Kompetisi Liga Indonesia VII 2001, Emen masuk kembali dalam jajaran
ofisial Persib. Jabatannya menjadi masseur. Ia bertahan hingga
kompetisi 2003. Setahun kemudian, posisi dia diganti orang lain.
Pada kompetisi 2005, dia masuk kembali dengan posisi tetap sebagai
masseur, dan dipertahankan hingga kompetisi 2007. Sebenarnya, nilai
penghargaan prestasi dia dulu dengan jabatan saat ini sebagai masseur,
tak sebanding. Namun, hal ini tidak membuat Emen merasa rendah diri.
“Seorang masseur merupakan bagian terpenting dalam klub. Saya sudah
merasakan ketika masih aktif menjadi pemain karena sering dipijat
masseur tim. Jika pemain ada yang cedera otot atau pegal-pegal, menjadi
tugas masseur untuk menyembuhkannya. Saya menikmati pekerjaan ini,”
ujarnya.
Dengan jabatan sebagai masseur, Emen mengaku lebih dekat dengan pemain Persib karena tiap hari selalu berinteraksi.
Hal ini dimanfaatkan dia untuk memberikan saran, dan sekaligus
transfer ilmu sepak bola yang dimilikinya sejak masih aktif bermain
sepak bola.
“Kalau lagi bertugas (memijat), saya selalu mengingatkan pemain harus
begini atau begitu. Semua ini untuk kemajuan pemain juga,” ujarnya.
Menurut dia, ilmu memijat yang dimilikinya tidak datang begitu saja.
Dia belajar cukup lama dari seseorang yang cukup pintar memijat. “Saya
harus tirakat untuk menyelesaikan ilmu memijat ini,” ujar pria berusia
68 tahun ini.
Dari pernikahan dengan Sri Wulan, Emen dikaruniai 9 anak, yakni Feri
Indrayuwono, Yulianti, Dedi Grisnadi, Indrayanti, Herindro Tresno, Rini
Silvia Dewi, Irmayanti, Yadi, dan Ike. Emen juga sudah memiliki delapan
Cucu.
Kepiawaian Emen dalam memainkan bola sempat diperlihatkan kepada
pelatih Persib, Arcan Iurie Anatolievici. Saat itu, Persib tengah
melakukan latihan di hotel di Cilegon Banten, dalam persiapan menghadapi
tuan rumah Persitara pada kompetisi 2006. Bola yang ditendang jauh oleh
salah seorang pemain, langsung dikontrol Emen dengan bagian dalam kaki
kanan.
Bola langsung berhenti di kaki. Hal ini membuat Iurie memberikan
aplus tepuk tangan dan melakukan push up sebagai tanda penghormatan
kepada dia. Saat Persib latihan, terkadang Emen ikut memainkan bola di
pinggir lapangan. “Kalau gaya menendang masih ada. Tapi, diajak main
sudah tidak kuat,” ujarnya.
http://puteramajalengka.wordpress.com/2009/05/23/legenda-sepakbola-asal-majalengka/