Barkah Riezz
Wednesday, 31 October 2012
Dulu indonesia macan Asia, Bahkan dulu, kompetisi Galatama
ditiru habis oleh J-League. untuk masalah manajemen sepakbola,
Jepang benar-benar belajar dari Indonesia manakala mereka
mempersiapkan J-League. Dulu, kualitas dan karakter pemain
kita cukup membanggakan karena berhasil menduduki posisi
elite sepakbola Asia. Bayangkan, tim Asian All Stars 1966-70, Indonesia menyumbang 4 pemain yakni Soetjipto Soentoro, Jacob Sihasale, Iswadi
Idris dan Abdul Kadir. Jepang dan Korea Selatan yang sekarang menjadi pelanggan Piala Dunia pun, ketika itu biasa dipermak
rata-rata 4-0. bahkan Taiwan pernah dihancurkan oleh
Soetjipto Soentoro dkk dengan skor 11-1 di Merdeka Games 1968. Jangan cerita soal Thailand, Malaysia dan Singapura, mereka
bukan level Indonesia saat itu.
Kami dapat membayangkan betapa indahnya kala itu. tapi
sekali lagi, itu semua dulu, dulu sekali! Ahh.. Ingin rasanya terlahir
di masa itu. Lalu era 70-an, pada masa itu, muncul sejumlah pemain top,
termasuk kwartet Sutjipto Soentoro, Iswadi Idris, Abdul Kadir, dan
Jacob Sihasale. Iswadi Idris menjadi pemain sepakbola Indonesia pertama
yang dikontrak klub Australia, Western Suburb, pada 1974-1975. Ketika
itu, Indonesia bersama Burma menjadi disegani sebagai macan Asia.
Sejumlah negara Asia yang kini sepakbolanya disegani, seperti Jepang dan
Korea
Selatan, waktu itu boleh dikatakan tidak ada apa-apanya.
Sebaliknya, Timnas Indonesia sudah biasa bertemu tim-tim
besar seperti PSV Eindhoven, Santos, Fiorentina, Uruguay, Sao
Paulo, Bulgaria, Jerman, dan Uni Soviet (kini Rusia). Jepang, Korea
Selatan dan tim Timur Tengah belum punya cerita. Kekuatan besar dimiliki
Indonesia dan Burma.
Berikut, beberapa rekam jejak Tim
Nasional dan klub-klub Indonesia saat menjajal kekuatan Eropa/ Dunia:
Persija 3-3 Belanda (29 Juni 1951), Persija 3-2 Tionghoa (1 Juli 1951),
Persib 0-8 - Futbalski Savez Yugoslavia (1953). Uni Soviet 0-0 Indonesia(Olimpiade 1956), Persib 2-9 Red Star Bratislava Ceko (1958). Yugoslavia 4-2 Indonesia, di Belgrade (9 September 1956),
Bond Kroasia 5-2 Indonesia, di Zagreb (16 September 1956). Jerman Timur 3-1 Indonesia, di Chemnitz (20 September 1956),
Cekoslowakia B 5-1 Indonesia, di Pilzen (26 September 1956). Persib 0-2 Jerman Timur (Januari 1964), Persib 1-7 Jerman Timur
(29 Oktober 1964). Indonesia 0-1 Dynamo Moskow (14 Maret 1970).
Indonesia 2-3 Santos. Saat itu Pele pun mencetak 1 gol yang spektakuler
(21 Juni 1972). Pertandingan segitiga antara
PSSI Selection, Rapid
Viena dan Khmrer. (6-10 Januari 1974). Indonesia 2-1 Uruguay (19 April
1974). Turnamen segitiga antara PSSI Tantama, Ajax dan Manchaster
United. Hasil akhir Ajax berhasil menjadi juara (1-5 Juni 1975). PSMS
4-2 Ajax, di Stadion
Teladan (1975). Indonesia 0-0 Manchester United (1 Juni 1975), PSSI Utama 0-0 Ajax (1981). PSMS Medan Plus 0-3 Arsenal,
PSSI Selection 0-5 Arsenal, Niac Mitra 2-0 Arsenal (1983) Tunas Inti 2-3 Corinthians (1984), PSSI Garuda 0-1 Santos (20 Mei
1985), Tim PSSI 2-3 Paraguay (21 Februari 1986). PSIS 0-5 Brazil U-21,
di Stadion Citarum Semarang (1986). PSSI A 3-3 PSV Eindhoven. PSV saat
itu masih diperkuat oleh Eric Gerets dan Ruud Gullit (14 Juni 1987).
Tahun 1987, The Red Devils, MU, bersama kapten besarnya saat itu, Bryan
Robson, mencicipi rumput Stadion Utama GBK. Tahun itu juga PSV
Eindhoven, membawa Ruud Gullit dan Ronald Koeman cs melawan Galatama
Selection di Stadion Utama GBK. Persib 0-4 PSV Eindhoven (Maret 1988).
Persib 0-8 AC Milan, Surabaya Selection 1-4 AC Milan (1994). Persebaya
1-6 PSV (1995), saat itu Ronaldo masih berumur 18 tahun. Gol tunggal
Persebaya dicetak Yusuf Ekodono. Bintang Liga Indonesia 2-6 SS Lazio
(1996).
Tahun 1996, Sampdoria (Italia) yang kala itu dilatih Sven Goran
Eriksson juga mencicipi rumput di Stadion Utama GBK. Indonesia
kalah 2-3 kala itu. Beberapa waktu setelahnya, Il Samp (Julukan
Sampdoria) kembali menjajal Timnas Garuda di Stadion Teladan, Medan.
Indonesia berhasil membalas kekalahan, skor akhir 2-1 untuk Indonesia.
Gol penentu kemenangan dicetak oleh Peri
Sandria. Hegemoni sepakbola
Indonesia mulai beralih ke kawasan Asia Tenggara. Sebelum
berpartisipasi dalam SEA Games 1977, Indonesia kerap berlaga di turnamen
antarnegara, seperti Merdeka Games Malaysia, Piala Raja Thailand, Piala
Aga Khan Bangladesh, atau President Cup Korea Selatan.
Setelah turun di pesta sepakbola Asia Tenggara itu, Indonesia
harus menunggu sepuluh tahun sebelum meraih medali emas. Gol
tunggal Ribut Waidi ke gawang Malaysia pada babak pertama di Senayan
mengukuhkan nama Indonesia sebagai raja Asia Tenggara. Setahun
sebelumnya, Indonesia mengukir kejutan di Asian Games Seoul. Di bawah
asuhan pelatih Bertje Matulapelwa, Indonesia meraih tempat keempat.
Prestasi yang cukup menggembirakan itu ditambah ketika Sinyo Aliandoe
mampu membawa Indonesia selangkah lebih dekat ke Piala Dunia 1986.
Namun, Merah-Putih kalah tangguh dibandingkan Korea Selatan yang
akhirnya lolos ke Meksiko. Prestasi Indonesia mulai menukik.
Usai Ferril Hattu mengapteni tim memenangi medali emas SEA
Games 1991, tidak ada lagi prestasi tinggi yang diraih Merah-Putih.
Terutama ketika mulai 1999, SEA Games diikuti tim U-23. Untuk tim
senior Asia Tenggara, Piala AFF, atau dulu dikenal Piala Tigers
menjadi ajang prestise tertinggi. Prestasi Indonesia mentok di posisi
runner-up. Catatan tersebut diraih tiga kali penyelenggaraan beruntun
pada tahun 2000, 2002, dan 2004.
Tidak hanya posisi nomor dua, Indonesia menuai hujatan setelah pada Piala Tigers 1998 sengaja mengalah 3-2 ketika melawan
Thailand. Pertandingan itu ditandai dengan gol yang disengaja Mursyid
Effendi ke gawang sendiri. Indonesia hanya mampu mencetak
kejutan-kejutan yang hanya dapat dianggap sebagai
prestasi minor belaka. Empat kali berturut-turut berlaga di Piala
Asia, Indonesia hampir selalu menghadirkan kejutan. Di Uni Emirat Arab 1996, Widodo Cahyono Putro mencetak gol
spektakuler yang kemudian dinobatkan sebagai gol terbaik
Asia tahun yang sama. Setelah melempem di Libanon 2000, Indonesia sukses membukukan kemenangan pertama di kancah
pesta sepakbola tertinggi Benua Kuning itu. Qatar ditekuk 2-1,
sekaligus membuat pelatih Philippe Troussier dipecat. Pada edisi terakhir di kandang sendiri, 2007, Indonesia sempat menang
2-1 atas Bahrain. Kalah di dua pertandingan selanjutnya atas
Arab Saudi dan Korea Selatan, tapi seperti dimaafkan berkat penampilan
yang penuh semangat. Animo masyarakat pun melonjak tinggi. Prestasi
boleh minim, Timnas tetap dicintai. Apapun, catatan tersebut tak lantas
menghilangkan seretnya prestasi sepakbola Indonesia. Sudah 17 tahun
lebih Indonesia tak lagi meraih gelar bergengsi. Terakhir di Piala AFF
2010, Indonesia kalah tangguh dari Malaysia di Final. Macan yang dulu
mengaum
lantang di Asia itu, kini sedang tertidur (indosoccer)
Title : History Indonesia Football
Description : Dulu indonesia macan Asia, Bahkan dulu, kompetisi Galatama ditiru habis oleh J-League. untuk masalah manajemen sepakbola, Jepang benar-be...
Rating : 5